1 Siapa pendiri Ponpes Al-Falah? 2. Tahun berapaPonpes Al-Falah didirikan? 3. Bagaimana sejarah/latar belakang berdirinya Pondok Pesantren Al-falah Putera Banjarbaru ini ? 4. Apa visi dan misi serta tujuan di Pondok Pesantren Al-falah Putera Banjarbaru ini? 5. Pada tahun berapa ustadz mulai mengajar di pondok pesantren Al-Falah Putera? 6.
Sejarah Muassis Al Falah KH. Ahmad Djazuli Utsman, Pendiri PP. Al Falah Ploso Kediri Sang Blawong Pewaris Keluhuran Dialah Mas’ud, yang mendapat julukan Blawong dari KH. Zainuddin. Kelak dikemudian hari ia lebih dikenal dengan nama KH. Achmad Djazuli Utsman, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri. Diam-diam KH. Zainuddin memperhatikan gerak-gerik santri baru yang berasal dari Ploso itu. Dalam satu kesempatan, sang pengasuh pesantren bertemu Mas’ud memerintahkan untuk tinggal di dalam pondok. “Co, endang ning pondok !” “Kulo mboten gadah sangu, Pak Kyai.” Jawab Mas’ud “Ayo, Co…mbesok kowe arep dadi Blawong, Co !” Mas’ud yang tidak mengerti apa artinya Blawong, hanya diam saja. Setelah tiga kali meminta, barulah Mas’ud menurut perintah Kyai Zainuddin untuk tinggal di dalam bilik pondok. Sejak itulah, Mas’ud kerap mendapat julukan Blawong. Ternyata Blawong adalah burung perkutut mahal yang bunyinya sangat indah dan merdu. Si Blawong itu dipelihara dengan mulia di istana Kerajaan Bawijaya. Alunan suaranya mengagumkan, tidak ada seorang pun yang berkata-kata tatkala Blawong sedang berkicau, semua menyimak suaranya. Seolah burung itu punya karisma yang luar biasa. Ia lahir di awal abad XIX, tepatnya tanggal 16 Mei 1900 M. Ia adalah anak Raden Mas M. Utsman seorang Onder Distrik penghulu kecamatan. Sebagai anak bangsawan, Mas’ud beruntung, karena ia bisa mengenyam pendidikan sekolah formal seperti SR, MULO, HIS bahkan sampai dapat duduk di tingkat perguruan tinggi STOVIA Fakultas Kedokteran UI sekarang di Batavia. Belum lama Mas’ud menempuh pendidikan di STOVIA, tak lama berselang Pak Naib, demikian panggilan akrab RM. Utsman kedatangan tamu, KH. Ma’ruf Kedunglo yang dikenal sebagai murid Kyai Kholil, Bangkalan Madura. “Pundi Mas’ud ?” tanya Kyai Ma’ruf. “Ke Batavia. Dia sekolah di jurusan kedokteran,” jawab Ayah Mas’ud. “Saene Mas’ud dipun aturi wangsul. Larene niku ingkang paroyogi dipun lebetaken pondok Sebaiknya ia dipanggil pulang. Anak itu cocoknya dimasukan ke pondok pesantren,” kata Kyai Ma’ruf. Mendapat perintah dari seorang ulama yang sangat dihormatinya itu, Pak Naib kemudian mengirim surat ke Batavia meminta Mas’ud untuk pulang ke Ploso, Kediri. Sebagai anak yang berbakti ia pun kemudian pulang ke Kediri dan mulai belajar dari pesantren ke pesantren yang lainnya yang ada di sekitar karesidenan Kediri. Mas’ud mengawali rihlah ilmiyahnya dengan di pesantren Gondanglegi Nganjuk yang diasuh oleh KH. Ahmad Sholeh. Di pesantren ini ia mendalami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, khususnya tajwid dan kitab Jurumiyah yang berisi gramatika Arab dasar Nahwu selama 6 bulan. Setelah menguasai ilmu Nahwu, Mas’ud yang dikenal sejak usia muda itu gemar menuntut ilmu kemudian memperdalam pelajaran tashrifan ilmu Shorf selama setahun di Pondok Sono Sidoarjo. Ia juga sempat mondok di Sekarputih, Nganjuk yang diasuh KH. Abdul Rohman. Hingga akhirnya ia nyantri ke pondok yang didirikan oleh KH. Ali Imron di Mojosari, Nganjuk yang pada waktu itu diasuh oleh KH. Zainuddin. Kiai Zainuddin Mojosari dikenal banyak melahirkan ulama besar, diantaranya adalah KH. Abdul Wahhab Hasbullah Pendiri NU dan Rais Am setelah KH. Hasyim Asy’ari, Mas’ud yang waktu itu telah kehabisan bekal untuk tinggal di dalam pondok kemudian mukim di langgar pucung musala yang terletak tidak jauh pondok. Selama di Pondok Mojosari, Mas’ud hidup sangat sederhana. Bekal lima rupiah sebulan, dirasa sangat jauh dari standar kehidupan santri yang pada waktu rata-rata Rp 10,-. Setiap hari, ia hanya makan satu lepek piring kecil dengan lauk pauk sayur ontong jantung pisang atau daun luntas yang dioleskan pada sambal kluwak. Sungguh jauh dikatakan nikmat apalagi lezat. Di tengah kehidupan yang makin sulit itu, Pak Naib Utsman, ayah tercinta meninggal. Untuk menopang biaya hidup di pondok, Mas’ud membeli kitab-kitab kuning yang masih kosong lalu ia memberi makna yang sangat jelas dan mudah dibaca. Satu kitab kecil semacam Fathul Qorib, ia jual Rp 2,5,-seringgit, hasil yang lumayan untuk membiayai hidup selama 15 hari di pondok itu. Setelah sempat mondok di Mojosari, Mas’ud berangkat haji sekaligus menuntut ilmu langsung di Mekkah. H. Djazuli, demikian nama panggilan namanya setelah sempurna menunaikan ibadah haji. Selama di tanah suci, ia berguru pada Syeikh Al-Alamah Al-Alaydrus di Jabal Hindi. Namun, ia di sana tidak begitu lama, hanya sekitar dua tahun saja, karena ada kudeta yang dilancarkan oleh kelompok Wahabi pada tahun 1922 yang diprakasai Pangeran Abdul Aziz As-Su’ud. Di tengah berkecamuknya perang saudara itu, H. Djazuli bersama 5 teman lainnya berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah. Sampai akhirnya H. Djazuli dan kawan-kawannya itu ditangkap oleh pihak keamanan Madinah dan dipaksa pulang lewat pengurusan konsulat Belanda. Sepulang dari tanah suci, Mas’ud kemudian pulang ke tanah kelahirannya, Ploso dan hanya membawa sebuah kitab yakni Dalailul Khairat. Selang satu tahun kemudian, 1923 ia meneruskan nyantri ke Tebuireng Jombang untuk memperdalam ilmu hadits di bawah bimbingan langsung Hadirotusy Syekh KH. Hasjim Asya’ri. Tatkala H. Djazuli sampai di Tebuireng dan sowan ke KH. Hasjim Asya’ri untuk belajar, Hadrotusy Syekh sudah tahu siapa Djazuli yang sebenarnya, ”Kamu tidak usah mengaji, mengajar saja di sini.” H. Djazuli kemudian mengajar Tafsir Jalalain, bahkan ia kerap mewakili Tebuireng dalam bahtsul masa’il seminar yang diselenggarakan di Kenes, Semarang, Surabaya dan sebagainya. Setelah dirasa cukup, ia kemudian melanjutkan ke Pesantren Tremas yang diasuh KH. Ahmad Dimyathi adik kandung Syeikh Mahfudz Attarmasiy. Tak berapa lama kemudian ia pulang ke kampung halaman, Ploso. Sekian lama H. Djazuli menghimpun “air keilmuan dan keagamaan”. Ibarat telaga, telah penuh. Saatnya mengalirkan air ilmu pegetahuan ke masyarakat. Merintis pesantren Al Falah Pada pertengahan tahun 1924, dengan satu masjid dan seorang santri bernama Muhammad Qomar, yang tidak lain adalah kakak iparnya sendiri, Haji Djazuli mulai merintis pesantren. beliau meneruskan pengajian untuk anak‑anak desa sekitar Ploso yang sudah dimulainya dengan pulang pergi sejak masih berada di Karangkates. Jumlah murid pertama yang ikut mengaji ± 12 orang. Di penghujung tahun 1924 itu seorang santri Tremas bernama Abdullah Hisyam asal Kemayan ± 3 km selatan Ploso datang bertamu kepada Haji Djazuli sambil membawa salam dan surat‑surat dari sahabat lamanya. Akhirnya Hisyam melanjutkan belajarnya kepada kyai Djazuli yang memang sudah dikaguminya semenjak di Tremas. Berbekal tekad yang kuat, pada tanggal 1 Januari 1925 kyai Djazuli mengajukan surat permohonan pemantauan kepada pemerintah Belanda untuk lembaga baru yang kemudian dikenal dengan nama Al Falah. Karena Madrasah tersebut belum punya gedung maka tempat belajarnya menggunakan serambi masjid. Inilah awal keberangkatan Haji Djazuli menjadi seorang Kyai di usia yang masih muda 25 tahun. Cerita tentang berdirinya Madrasah sudah terdengar di kalangan yang lebih luas hingga satu demi satu santri berdatangan dan menetap di Ploso. H. Ridwan Syakur, Baedlowi dan Khurmen, ketiganya dari Sendang Gringging ditambah H. Asy’ari dan Berkah dari Ngadiluwih merupakan santri‑santri pertama yang menetap. Suasana sudah terasa ramai dan masjidpun terasa sesak yang menimbulkan permasalahan baru yaitu mendesaknya pengadaan ruang belajar yang memadai. Direncanakanlah pembangunan sebuah gedung Madrasah. Dengan segenap tenaga, fikiran dan jerih payah yang tak ternilai, Kyai Djazuli keliling desa guna mengumpulkan dana untuk pembangunan tersebut. Beliau harus mengayuh sepeda berpuluh‑puluh kilometer sampai Kediri, Tulungagung, Trenggalek dan terkadang ke Blitar. Namun tak sia‑sia banyak hartawan dan dermawan mengulurkan tangan sehingga pembangunan segera bisa dilaksanakan. Dipimpin oleh seorang tukang bangunan bernama Hasan Hadi, seluruh santri bahu membahu bergotong royong, begitu juga Kyai dan Ibu Nyai. Sampai pembangunan sudah layak untuk ditempati, tinggallah semen untuk lantai yang tak terjangkau oleh dana. Tak ada rotan akarpun jadi, maka dipakailah batu bata merah untuk lantainya, sehingga Madrasah yang berlokasi di depan Masjid dan terdiri dari 2 lokal itu terkenal dengan sebutan Madrasah Abang Madrasah Merah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1927. Konon KH. Hasyim Asy’ari berkenan hadir pada acara selamatan/ syukuran pembangunan Madrasah tersebut, suatu peresmian yang sangat sederhana. Banyaknya santri yang menetap sudah tak tertampung lagi di Masjid sehingga timbullah permasalahan lagi yaitu pengadaan asrama pondok tempat bermukim bagi para santri. Maka pada tahun berikutnya 1928 dibangunlah asrama pertama yang diberi nama pondok D Darussalam yang disusul pada tahun berikutnya dengan pembangunan Pondok C Cahaya yang semula diperuntukkan sebagai tempat mujahadah bagi para santri. Pada tahun 1939 dibangunlah komplek A Andayani, sebuah asrama berlantai dua dilengkapi sebuah musholla di depannya. Dengan tersedianya asrama D, C dan kini A beserta musholla yang merupakan hak milik pondok pesantren diharapkan santri dapat tentram mengikuti pengajian dan kegiatan‑kegiatan belajar lainnya. Pada akhir masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1941, kantor kenaiban diputuskan untuk pindah ke Mojo 6 km utara Ploso. Tentu saja perpindahan tersebut meninggalkan kekayaan yang berharga, di antaranya sebuah masjid, pendopo kenaiban, rumah‑rumah dan tanah pekarangan yang cukup luas. Untuk dapat memiliki kekayaan tersebut pihak pondok diminta untuk menyediakan tanah pengganti di Mojo. Untuk itu pondok mengeluarkan biaya 71 gulden Belanda Pada masa penjajahan Jepang, mengetahui bahwa Kyai Djazuli adalah orang yang mempunyai pendidikan umum yang cukup tinggi dan mampu untuk menjalankan tugas‑tugas kepemimpinan formal yang berkaitan dengan administrasi, diangkatlah beliau sebagai Sancok Camat dan dengan paksa pula beliau diharuskan mengganti sarung, kopyah dan surbannya dengan celana pendek, topi dan sepatu. Jepang beranggapan beliau adalah Kyai, seorang tokoh informal yang bisa dipakai untuk propaganda 3A dengan semboyan Nippon cahaya Asia Nippon pelindung Asia dan Nippon pemimpin Asia. Beliau menjalankan kemauan Jepang dengan alasan Bid‑Dlorurot, sebab jika beliau tak mau, Jepang menjadi curiga bahkan tak segan‑segan membunuhnya seperti yang dilakukan terhadap banyak Kyai waktu itu, bila hal itu terjadi yang rugi bukan Kyai Djazuli pribadi atau keluarganya saja, akan tetapi umat Islam. Bukankah pondok yang tengah dirintisnya setapak demi setapak mengalami kemajuan? Akan tetapi dalam tugas‑tugasnya di tengah masyarakat, Kyai Djazuli menyampaikan dakwah Islam bukan dakwah Jepang. Diajaknya rakyat untuk tetap bersabar dan tidak putus asa menghadapi cobaan pahitnya dijajah, diajaknya rakyat untuk bertobat dan mendekatkan diri kepada Allah yang kuasa agar pertolongan Allah segera datang. Dari sancok beliau dipindah tugaskan ke Pare, sebagai ketua parlemen Ketua DPRD Tk. II setiap pagi beliau sudah dijemput dengan kendaraan untuk menjalankan tugas dan baru diantar pulang menjelang maghrib. Dalam kesibukan seperti itu beliau tetap berusaha agar dapat mengajar ngaji di tengah santri‑santrinya, maka setelah istirahat sejenak selepas maghrib beliau mengajak para santri berkumpul di masjid. Ternyata perlakuan Jepang terhadap Kyai Djazuli dengan cara‑cara di atas belum dianggapnya cukup, puncaknya adalah dimasukkannya beliau ke dalam daftar KAMIKAZE Pasukan berani mati Kyai yang sangat disayang dan dibutuhkan oleh ummat itu kini akan diambil oleh Jepang untuk diserahkan nyawanya begitu saja kepada tentara sekutu. Oleh karena itu Sa’idu Siroj lurah pondok pertama merasa tak tega melihat perlakuan Jepang yang biadab ini. Pemuda Tulungagung ini tampil dengan berani untuk mewakili Kyai, gurunya yang diagungkan. Dia rela nyawanya melayang sebagai tumbal dan demi keselamatan pimpinan Pondok pesantren. Hingga pada akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat dan angkat kaki dari Indonesia. Alhamdulillah, selamatlah Kyai Djazuli dari KAMIKAZE. Kegiatan pondok yang sempat terganggu di zaman Jepang kini telah berakhir, penyempurnaan‑penyempurnaan di bidang kurikulum dapat terus dilakukan. Gaung kemajuan Al Falah semakin menyebar ke kalangan yang lebih luas sehingga jumlah santri melonjak menjadi ±400 orang dalam waktu sekitar dua tahun. Tahun 1948, belanda melancarkan agresi militer. sehingga para santri ikut berjuang mempertahankan agama dan negara. Bahkan dua orang dari santri Ploso gugur di medan juang, sebagai syuhada bunga bangsa. Selama dua tahun pula pondok Ploso sepi tanpa santri dan kosong dari pengajian Yang tersisa hanya 5 orang santri yang sudah bertekad hidup dan mati di pondok. Mereka itu adalah Zainuddin dari Kebumen Mas’uddin dari Yogyakarta Kholil dari solo Kholiq Dhofir dari Kediri Romli dari Trenggalek. Tahun 1950 situasi kembali aman, dan kegiatan pondok diaktifkan kembali. Zainuddin Kebumen diangkat sebagai lurah pondok yang bertugas mengelola jalannya roda pendidikan setelah masa‑masa agresi. Sedangkan 5 orang temannya yang di masa agresi tetap tinggal di pondok diangkat sebagai pengurus‑pengurus lain. Berangsur‑angsur para santri kembali ke pondok setelah mengalami libur panjang selama 2 tahun. Jumlah santri 400 orang sebelum agresi sudah datang, bahkan terus bertambah dengan datangnya santri‑santri baru secara berangsur‑angsur. Kepadatan warga mulai terasa lagi di pondok Al Falah sehingga perluasan harus segera diwujudkan. Maka pada tahun 1952 kyai Djazuli beserta segenap para santrinya membangun sebuah asrama yang diberi nama komplek B Al Badar. Memasuki usianya yang ke-25 tahun di tahun 1950‑an, sejalan dengan berkembangnya fasilitas‑fasilitas gedung, peralatan dan sebagainya, maka perbaikan dan penyempurnaan juga ditingkatkan di bidang sistem pendidikan seperti kurikulum, metode interaksi dan lain‑lain. Penyempurnaan tersebut diarahkan berkiblat kepada sistem Tebuireng pada tahun 1923. Suatu sistem yang dikagumi dan ditimba oleh Kyai DjazuIi selama mondok di sana pada tahun 1923. Maka sistem belajar mengajar di Al Falah ini terus berlangsung dengan berpedoman kepada sistem Tebuireng hingga sekarang. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa Pondok Al Falah adalah duplikat monumental dari Pondok Tebuireng di masa KH. Hasyim Asy’ari tahun 1923. Kyai Djazuli rupanya mempunyai prinsip yang kokoh dan sangat yakin kepada sistem salafiyah yang dipilihnya, sehingga beliau tetap konsisten untuk melestarikannya. Dan ternyata Kyai Djazuli tidak salah pilih sebab sistem salafiyah tetap punya pendukung dan penggemar di kalangan ummat Islam. Begitulah kenyataannya sekitar tahun 1960‑an santri terus meningkat sehingga fasilitas gedung yang ada sudah tak menampung lagi. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1957 dibangun dua unit bangunan asrama yang diberi nama Komplek G Al Ghozali dan Komplek H Hasanuddin. Begitu seterusnya lima tahun berikutnya pondok terasa sesak lagi dan dibangunlah Komplek AA Al Asyhar pada tahun 1962. Pondok Al Falah semakin anggun dengan bangunan-bangunan yang sudah berderet seiring dengan wibawanya yang makin dirasakan oleh masyarakat luas. Pengaruh pondok yang dihuni oleh ±600 orang santri ini semakin kuat di tengah‑tengah masyarakat abangan Ploso. Gangguan‑gangguan pihak luar yang ditujukan kepada pondokpun berangsur‑angsur berkurang dan akhirnya hilang sama sekali. Masyarakat sudah rata‑rata menunjukkan sikap simpati dan berduyun‑duyun menyekolahkan anaknya ke pondok yang mendorong dibukanya Madrasah Lailiyah malam khusus untuk anak‑anak kampung sekitar, yang didirikan pada tahun 1957/1958. Sampai di akhir hayat, KH. Ahmad Djazuli Utsman dikenal istiqomah dalam mengajar kepada santri-santrinya. Saat memasuki usia senja, Kyai Djazuli mengajar kitab Al-Hikam tasawuf secara periodik setiap malam Jum’at bersama KH. Abdul Madjid dan KH. Mundzir. Bahkan sekalipun dalam keadaan sakit, beliau tetap mendampingi santri-santri yang belajar kepadanya. Riyadloh yang beliau amalkan memang sangat sederhana namun mempunyai makna yang dalam. Beliau memang tidak mengamalkan wiridan-wiridan tertentu. Thoriqoh Kyai Djazuli hanyalah belajar dan mengajar “Ana thoriqoh ta’lim wa ta’allum” ,dawuh beliau berulangkali kepada para santri. Pasangan KH. Djazuli dengan Ibu Nyai Rodliyah dikaruniai 8 anak putra dan 3 anak putri Siti Azizah meninggal diusia 1 thn Hadziq meninggal diusia 9 bln KH. A. Zainuddin Djazuli KH. Nurul Huda Djazuli KH. Hamim Djazuli Alm. Gus Miek KH. Fuad Mun’im Djazuli Mahfudz meninggal diusia 3 thn Makmun meninggal diusia 7 bln KH. Munif Djazuli Alm Ibu Nyai Hj. Lailatul Badriyah Djazuli Su’ad meninggal diusia 4 bln Hadratus Syaikh KH. A. Djazuli Utsman menghadap kepada yang kuasa pada jam wib hari Sabtu wage 10 januari 1976 bertepatan dengan 10 Muharam 1396 H. إنا لله وإنا اليه راجعون Ribuan umat mengiringi prosesi pemakaman sosok pemimpin dan ulama itu di sebelah masjid kenaiban, Ploso, Kediri. Konon, sebagian anak-anak kecil di Ploso, saat menjelang wafatnya KH. Djazuli, melihat langit bertabur kembang. Langit pun seolah berduka dengan kepergian Sang Blawong’ yang mengajarkan banyak keluhuran dan budi pekerti kepada santri-santrinya itu. Beliau wafat tanpa meninggalkan apa‑apa berupa harta benda, sawah, ladang ataupun emas permata. Tetapi sebuah pondok pesantren Al Falah telah melebihi segalanya. Sukses besar mencetak putra‑putrinya menjadi manusia-manusia sholeh sholehah akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri di alam barzah dan di akhirat. Masih ditambah lagi dengan ilmu manfaat yang beliau tinggalkan akan mengalirkan pahala terus menerus, jauh lebih deras dari aliran sungai Brantas sepanjang masa. Ketiga perkara itu telah diraih dengan gemilang oleh Kyai Djazuli berupa ilmu manfaat, anak sholeh yang akan selalu berdo’a dan amal jariyah berupa Al Falah yang kian megah. Pada1 Januari 1925, KH. A. Djazuli Usman mendirikan sebuah madrasah dan pondok pesantren. Ia memanfaatkan serambi Masjid untuk kegiatan belajar mengajar para santri. Tanpa terasa santri yang belajar dengan KH. A.Djazuli membengkak menjadi 100 orang. Pondok Pesantren Al-Falah Ploso. Situs Budaya Indonesia. 0 35.
Home Rohani Selasa 07-03-2023 / 1356 WIB - – Berikut ini adalah informasi mengenai biaya Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri yang tidak boleh kamu lewatkan. Simak ulasan lengkapnya di bawah ini agar tidak ketinggalan informasi pentingnya! Pondok Al Falah Ploso, Kediri terletak di Jl. Raya Mojo Ploso, Kec. Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur 64162. Pondok pesantren ini didirikan oleh hadlrotus syaikh KH. Ahmad Djazuli Utsman pada tahun 1925. Baca juga Jalan Tol Terpanjang di Indonesia Adalah? Terbentang dengan Panjang 371,5 Kilometer Baca juga Sinopsis Anime Detective Conan S30 Episode 1133, Penunjuk Selanjutnya Adalah Stik Golf! Baca juga Hukum Boyle Adalah Pengertian, Bunyi, Rumus, Persamaan, dan Penerapan dalam Kehidupan Sehari-Hari Pendaftaran Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri Untuk mendaftaran di pondok pesantren ini, berikut ini adalah syarat yang harus kamu penuhi Untuk Pondok Sowan dewan Masyayikh dengan disertai orang tua/walinya Mendaftarkan diri di kantor Pondok pada jam kerja. Dengan sebelumnya melakukan pendaftaran online melalui website Mengisi formulir yang telah disediakan setelah melaksanakan pendaftaran online silahkan download e-formulir atau bukti pendaftarannya Mengisi surat pernyataan yang ditanda tangani orang tua/wali dengan dibubuhi materai Rp. Silahkan download Filenya disini Menyerahkan pass foto terbaru ukuran 3×4 sebanyak 6 lembar memakai baju putih dan peci hitam Menyerahkan foto copy Kartu Keluarga KK sebanyak 2 lembar Membayar biaya administrasi yang telah ditetapkan Untuk Madrasah Mendaftarkan diri di kantor Pondok pada jam kerja. Dengan sebelumnya melakukan pendaftaran online melalui website Mengisi formulir yang telah disediakan setelah melaksanakan pendaftaran online silahkan download e-formulir atau bukti pendaftarannya Mengisi surat pernyataan yang ditanda tangani orang tua/wali dengan dibubuhi materai Rp. Silahkan download Filenya disini Menyerahkan pass foto terbaru ukuran 3×4 sebanyak 6 lembar memakai baju putih dan peci hitam Menyerahkan foto copy ijazah terakhir sebanyak 2 lembarMembayar biaya administrasi yang telah ditetapkan Sumber BERITA TERKAIT UPDATE TERBARU
TEMPOCO, Kediri - Kerabat Kiai Zainudin Jazuli meminta aparat kepolisian menyelidiki motivasi pria tak dikenal yang memaksa masuk ke Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri, Jawa Timur, Senin malam, 20 Februari 2018. "Lelaki itu meracau saat diperiksa polisi," kata Abid Umar, cucu Kiai Zainudin Jazuli, pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso, di sela mengikuti pemeriksaan di Mapolresta Pesantren Al Falah Ploso merupakan salah satu pondok pesantren yang sangat mashur di wilayah Kediri dan sekitarnya. Ponpes ini memang sangat besar, baik dari sisi identitas, jumlah santri, sejarah, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu kami ingin mengulas lebih khusus, terutama pendidikan, sisi keunggulan, yang bersumber dari website resmi serta brosur yang berhasil kami dapatkan. Pesantren Al Falah Ploso Kediri Pesantren Al Falah Ploso memulai kegiatan sejak tahun 1924. Pada masa itu pondok-pondok besar berdiri, di antaranya Gontor 1926. Berawal dari serambi masjid oleh Haji Djazuli yang mana sudah nyantri ke banyak pondok pesantren besar seperti Tremas Pacitan dan Tebu Ireng Jombang. Kini santrinya sudah ribuan, datang dari banyak penjuru daerah, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tempatnya cukup luas, menampung santri putra dan putri. Ini memang pesantren yang sudah sangat mapan dalam membina santri dan santriwatinya. pesantren al falah ploso kediri Pendidikan di Al Falah Ploso Mojo Adapun pendidikan di pesantren Al Falah Ploso sangat khas seperti pesantren khusus kitab kuning lainnya. Kalau di Jawa Timur seperti laiknya Sidogiri Pasuruan, Lirboyo, Langitan Tuban, dan lainnya. Sangat kental dengan diniyyah Islam. Atau sering disebut dengan salafiyah murni. Nama jenjangnya adalah Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadhotul Uqul MISRIU. Tingkatannya dua, yaitu Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Tapi dalam setiap tingkatan ada jenjang yang panjang. Ibtidaiyah memiliki tingkatan selama tiga tahun, fokusnya adalah pembinaan akhlaq santri, wawasan sosial, pemantapan aqidah, tidak lupa peletakan dasar-dasar dari ilmu bahasa arab, nahwu dan shorf. Semua disiapkan untuk jenjang lebih matang di Tsanawiyah Pesantren Al Falah Ploso Kediri. Jenjang berikutnya adalah tingkat Tsanawiyah yang ditempuh dalam jangka waktu empat tahun. Masing-masing jenjang Tsanawiyah memiliki penekanan pada ilmu balaghoh sastra arab, logika, ushul fiqh, kaidah fiqih, bahkan astronomi falaq. Jurumiyah, Imrithi, sampai Alfiyah dikhatamkan di ponpes Al Falah Ploso Kediri ini. Bukan berarti jenjang ini tidak diakui pemerintah. Sejak 2008 sudah diakui sebagai salah satu satuan pendidikan resmi dengan nama Mu’adalah. Nantinya dapat ijazah setingkat ulya yang diakui untuk meneruskan ke jenjang berikutnya di dalam atau luar negeri. Selengkapnya tentang ijazah mu’adalah bisa dibaca lengkap di sini. Pendidikan Lanjutan Khatam di MISRIU bukan berarti sudah selesai. Masih ada jenjang berikutnya yang bernama Riyadathut Tholabah. Yaitu jenjang musyarawah yang mendidik kemandirian dalam berpikir, terutama dalam mengambil hukum islam. Pendidikannya terdiri dari tiga jenjang. Jenjang pertama di pesantren Al Falah Ploso Kediri ini adalah Fathul Qorib dalam jangka satu tahun. Jenjang berikutnya Fathul Mu’in juga satu tahun. Sedangkan jenjang akhir adalah Fathul Wahhab yang harus ditempuh dalam jangka waktu tiga tahun. Jadi cukup dalam. Bahkan sekaligus diterjunkan ke masyarakat untuk berdakwah dan lain sebagainya. Kegiatan Ekstra di Al Falah Kediri Yang unik di pesantren Al Falah Ploso Kediri adalah ekstra yang masih berkaitan dengan pendidikan salafiyah. Seperti pelatihan falak-hisab, pelatihan pidato atau ceramah, seni baca Al Quran dan shalawat. Plus yang paling penting adalah ekstra untuk bahsul masail setiap pekan, bahkan ada setahun sekali antar pondok pesantren di Jawa dan Madura. Wow. Cukup prestisius sekali. Ciri Khas Pesantren Ada beberapa ciri khas pondok pesantren Al Falah Ploso Kediri. Di antaranya dari cara berpakaian memakai kopyah putih, koko putih dan sarung. Kegiatan rutin dzikirnya banyak, seperti membaca Al Waqiah, dan lainnya. Juga kegiatan-kegiatan ruhaniyah semacam haul akbar, bahsul masail, ada juga mujahadah kubro, tahlil dan yasinan, dibaiyah setiap komplek, benar-benar suasana pesantren khas Indonesia. Anda akan merasakan nuansa yang cukup religius. Pendaftaran Pesantren Bagi yang ingin mendaftar ke pesantren Al Falah Ploso Kediri, maka ada beberapa tahapan. Di antaranya adalah sowan ke masayikh bersama wali, surat pernyataan disertai materai, ada juga fotocopy KK. Tidak lupa mengisi form di website resmi. Nanti kami cantumkan linknya. Kedua, ada materi ujian masuk. Kalau tingkat dasar, Anda bisa tinggal masuk saja. Tapi kalau untuk tingkat lanjutan, istilahnya masuk kelas dua tiga dan seterusnya ada ujian. Seperti untuk kelas dua ibtidaiyah ada ujian Fiqh, Tajwid. Begitu juga kalau ingin masuk kelas satu Tsanawiyah, ada ujian Jurumiyah, I’lal, Tashrif, baca kitab Riyadlul Badi’ah, dan baca Al Quran. Jadi tidak bisa sembarangan masuk tingkat atas. Biaya Masuk Pesantren Untuk pendaftaran pesantren Al Falah Ploso Kediri hanya sekitar Adapun biaya pokok pesantren sebesar Ada lagi biaya madrasah sebesar Jadi kalau ditotal sekitar juta. Menurut kami biaya ini sangat terjangkau sekali, padahal kualitas yang diberikan sangat bagus. Bisa dilihat dari pesantren kitab kuning lainnya di link ini. Beberap kami sudah sajikan informasi biaya dan keunggulan. Alamat Lengkap Bagi yang ingin datang ke pesantren Al Falah Ploso maka alamatnya berada di Jl. Raya Mojo, Ploso, Mojo, Kediri. Letaknya di pinggir jalan kok. Atau kalau bingung bisa ikuti link Google Maps yang kami sediakan di bawah ini. Jika ingin informasi lebih lengkap, valid, dan update bisa kunjungi website resminya di link pendaftaran juga ada di website tersebut. Semoga informasi ini bermanfaat. HaulAkbar Masyayikh Pondok Pesantren Al Falah Ploso SEJARAH MUASSIS AL FALAH PLOSOKH. Ahmad Djazuli Utsman, Pendiri PP. Al Falah Ploso Kediri KH. DJAZULI USTMAN Sang Blawong Pewaris Keluhuran Pendiri PP. AL FALAH Dialah Mas’ud, yang mendapat julukan Blawong dari KH. Zainuddin. Kelak dikemudian hari ia lebih dikenal dengan nama KH. Achmad Djazuli Utsman, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri. AL FALAH Diam-diam KH. Zainuddin memperhatikan gerak-gerik santri baru yang berasal dari Ploso itu. Dalam satu kesempatan, sang pengasuh pesantren bertemu Mas’ud memerintahkan untuk tinggal di dalam pondok. “Co, endang ning pondok !” “Kulo mboten gadah sangu, Pak Kyai.” Jawab Mas’ud “Ayo, Co…mbesok kowe arep dadi Blawong, Co !” Mas’ud yang tidak mengerti apa artinya Blawong, hanya diam saja. Setelah tiga kali meminta, barulah Mas’ud menurut perintah Kyai Zainuddin untuk tinggal di dalam bilik pondok. Sejak itulah, Mas’ud kerap mendapat julukan Blawong. Ternyata Blawong adalah burung perkutut mahal yang bunyinya sangat indah dan merdu. Si Blawong itu dipelihara dengan mulia di istana Kerajaan Bawijaya. Alunan suaranya mengagumkan, tidak ada seorang pun yang berkata-kata tatkala Blawong sedang berkicau, semua menyimak suaranya. Seolah burung itu punya karisma yang luar biasa. Ia lahir di awal abad XIX, tepatnya tanggal 16 Mei 1900 M. Ia adalah anak Raden Mas M. Utsman seorang Onder Distrik penghulu kecamatan. Sebagai anak bangsawan, Mas’ud beruntung, karena ia bisa mengenyam pendidikan sekolah formal seperti SR, MULO, HIS bahkan sampai dapat duduk di tingkat perguruan tinggi STOVIA Fakultas Kedokteran UI sekarang di Batavia. Belum lama Mas’ud menempuh pendidikan di STOVIA, tak lama berselang Pak Naib, demikian panggilan akrab RM. Utsman kedatangan tamu, KH. Ma’ruf Kedunglo yang dikenal sebagai murid Kyai Kholil, Bangkalan Madura. “Pundi Mas’ud ?” tanya Kyai Ma’ruf. “Ke Batavia. Dia sekolah di jurusan kedokteran,” jawab Ayah Mas’ud. “Saene Mas’ud dipun aturi wangsul. Larene niku ingkang paroyogi dipun lebetaken pondok Sebaiknya ia dipanggil pulang. Anak itu cocoknya dimasukan ke pondok pesantren,” kata Kyai Ma’ruf. Mendapat perintah dari seorang ulama yang sangat dihormatinya itu, Pak Naib kemudian mengirim surat ke Batavia meminta Mas’ud untuk pulang ke Ploso, Kediri. Sebagai anak yang berbakti ia pun kemudian pulang ke Kediri dan mulai belajar dari pesantren ke pesantren yang lainnya yang ada di sekitar karesidenan Kediri. Mas’ud mengawali rihlah ilmiyahnya dengan di pesantren Gondanglegi Nganjuk yang diasuh oleh KH. Ahmad Sholeh. Di pesantren ini ia mendalami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, khususnya tajwid dan kitab Jurumiyah yang berisi gramatika Arab dasar Nahwu selama 6 bulan. Setelah menguasai ilmu Nahwu, Mas’ud yang dikenal sejak usia muda itu gemar menuntut ilmu kemudian memperdalam pelajaran tashrifan ilmu Shorf selama setahun di Pondok Sono Sidoarjo. Ia juga sempat mondok di Sekarputih, Nganjuk yang diasuh KH. Abdul Rohman. Hingga akhirnya ia nyantri ke pondok yang didirikan oleh KH. Ali Imron di Mojosari, Nganjuk yang pada waktu itu diasuh oleh KH. Zainuddin. Kiai Zainuddin Mojosari dikenal banyak melahirkan ulama besar, diantaranya adalah KH. Abdul Wahhab Hasbullah Pendiri NU dan Rais Am setelah KH. Hasyim Asy’ari, Mas’ud yang waktu itu telah kehabisan bekal untuk tinggal di dalam pondok kemudian mukim di langgar pucung musala yang terletak tidak jauh pondok. Selama di Pondok Mojosari, Mas’ud hidup sangat sederhana. Bekal lima rupiah sebulan, dirasa sangat jauh dari standar kehidupan santri yang pada waktu rata-rata Rp 10,-. Setiap hari, ia hanya makan satu lepek piring kecil dengan lauk pauk sayur ontong jantung pisang atau daun luntas yang dioleskan pada sambal kluwak. Sungguh jauh dikatakan nikmat apalagi lezat. Di tengah kehidupan yang makin sulit itu, Pak Naib Utsman, ayah tercinta meninggal. Untuk menopang biaya hidup di pondok, Mas’ud membeli kitab-kitab kuning yang masih kosong lalu ia memberi makna yang sangat jelas dan mudah dibaca. Satu kitab kecil semacam Fathul Qorib, ia jual Rp 2,5,-seringgit, hasil yang lumayan untuk membiayai hidup selama 15 hari di pondok itu. Setelah sempat mondok di Mojosari, Mas’ud berangkat haji sekaligus menuntut ilmu langsung di Mekkah. H. Djazuli, demikian nama panggilan namanya setelah sempurna menunaikan ibadah haji. Selama di tanah suci, ia berguru pada Syeikh Al-Alamah Al-Alaydrus di Jabal Hindi. Namun, ia di sana tidak begitu lama, hanya sekitar dua tahun saja, karena ada kudeta yang dilancarkan oleh kelompok Wahabi pada tahun 1922 yang diprakasai Pangeran Abdul Aziz As-Su’ud. Di tengah berkecamuknya perang saudara itu, H. Djazuli bersama 5 teman lainnya berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah. Sampai akhirnya H. Djazuli dan kawan-kawannya itu ditangkap oleh pihak keamanan Madinah dan dipaksa pulang lewat pengurusan konsulat Belanda. Sepulang dari tanah suci, Mas’ud kemudian pulang ke tanah kelahirannya, Ploso dan hanya membawa sebuah kitab yakni Dalailul Khairat. Selang satu tahun kemudian, 1923 ia meneruskan nyantri ke Tebuireng Jombang untuk memperdalam ilmu hadits di bawah bimbingan langsung Hadirotusy Syekh KH. Hasjim Asya’ri. Tatkala H. Djazuli sampai di Tebuireng dan sowan ke KH. Hasjim Asya’ri untuk belajar, Hadrotusy Syekh sudah tahu siapa Djazuli yang sebenarnya, ”Kamu tidak usah mengaji, mengajar saja di sini.” H. Djazuli kemudian mengajar Tafsir Jalalain, bahkan ia kerap mewakili Tebuireng dalam bahtsul masa’il seminar yang diselenggarakan di Kenes, Semarang, Surabaya dan sebagainya. Setelah dirasa cukup, ia kemudian melanjutkan ke Pesantren Tremas yang diasuh KH. Ahmad Dimyathi adik kandung Syeikh Mahfudz Attarmasiy. Tak berapa lama kemudian ia pulang ke kampung halaman, Ploso. Sekian lama H. Djazuli menghimpun “air keilmuan dan keagamaan”. Ibarat telaga, telah penuh. Saatnya mengalirkan air ilmu pegetahuan ke masyarakat. Merintis pesantren Al Falah Pada pertengahan tahun 1924, dengan satu masjid dan seorang santri bernama Muhammad Qomar, yang tidak lain adalah kakak iparnya sendiri, Haji Djazuli mulai merintis pesantren. beliau meneruskan pengajian untuk anak‑anak desa sekitar Ploso yang sudah dimulainya dengan pulang pergi sejak masih berada di Karangkates. Jumlah murid pertama yang ikut mengaji ± 12 orang. Di penghujung tahun 1924 itu seorang santri Tremas bernama Abdullah Hisyam asal Kemayan ± 3 km selatan Ploso datang bertamu kepada Haji Djazuli sambil membawa salam dan surat‑surat dari sahabat lamanya. Akhirnya Hisyam melanjutkan belajarnya kepada kyai Djazuli yang memang sudah dikaguminya semenjak di Tremas. Berbekal tekad yang kuat, pada tanggal 1 Januari 1925 kyai Djazuli mengajukan surat permohonan pemantauan kepada pemerintah Belanda untuk lembaga baru yang kemudian dikenal dengan nama Al Falah. Karena Madrasah tersebut belum punya gedung maka tempat belajarnya menggunakan serambi masjid. Inilah awal keberangkatan Haji Djazuli menjadi seorang Kyai di usia yang masih muda 25 tahun. Cerita tentang berdirinya Madrasah sudah terdengar di kalangan yang lebih luas hingga satu demi satu santri berdatangan dan menetap di Ploso. H. Ridwan Syakur, Baedlowi dan Khurmen, ketiganya dari Sendang Gringging ditambah H. Asy’ari dan Berkah dari Ngadiluwih merupakan santri‑santri pertama yang menetap. Suasana sudah terasa ramai dan masjidpun terasa sesak yang menimbulkan permasalahan baru yaitu mendesaknya pengadaan ruang belajar yang memadai. Direncanakanlah pembangunan sebuah gedung Madrasah. Dengan segenap tenaga, fikiran dan jerih payah yang tak ternilai, Kyai Djazuli keliling desa guna mengumpulkan dana untuk pembangunan tersebut. Beliau harus mengayuh sepeda berpuluh‑puluh kilometer sampai Kediri, Tulungagung, Trenggalek dan terkadang ke Blitar. Namun tak sia‑sia banyak hartawan dan dermawan mengulurkan tangan sehingga pembangunan segera bisa dilaksanakan. Dipimpin oleh seorang tukang bangunan bernama Hasan Hadi, seluruh santri bahu membahu bergotong royong, begitu juga Kyai dan Ibu Nyai. Sampai pembangunan sudah layak untuk ditempati, tinggallah semen untuk lantai yang tak terjangkau oleh dana. Tak ada rotan akarpun jadi, maka dipakailah batu bata merah untuk lantainya, sehingga Madrasah yang berlokasi di depan Masjid dan terdiri dari 2 lokal itu terkenal dengan sebutan Madrasah Abang Madrasah Merah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1927. Konon KH. Hasyim Asy’ari berkenan hadir pada acara selamatan/ syukuran pembangunan Madrasah tersebut, suatu peresmian yang sangat sederhana. Banyaknya santri yang menetap sudah tak tertampung lagi di Masjid sehingga timbullah permasalahan lagi yaitu pengadaan asrama pondok tempat bermukim bagi para santri. Maka pada tahun berikutnya 1928 dibangunlah asrama pertama yang diberi nama pondok D Darussalam yang disusul pada tahun berikutnya dengan pembangunan Pondok C Cahaya yang semula diperuntukkan sebagai tempat mujahadah bagi para santri. Pada tahun 1939 dibangunlah komplek A Andayani, sebuah asrama berlantai dua dilengkapi sebuah musholla di depannya. Dengan tersedianya asrama D, C dan kini A beserta musholla yang merupakan hak milik pondok pesantren diharapkan santri dapat tentram mengikuti pengajian dan kegiatan‑kegiatan belajar lainnya. Pada akhir masa penjajahan Belanda sekitar tahun 1941, kantor kenaiban diputuskan untuk pindah ke Mojo 6 km utara Ploso. Tentu saja perpindahan tersebut meninggalkan kekayaan yang berharga, di antaranya sebuah masjid, pendopo kenaiban, rumah‑rumah dan tanah pekarangan yang cukup luas. Untuk dapat memiliki kekayaan tersebut pihak pondok diminta untuk menyediakan tanah pengganti di Mojo. Untuk itu pondok mengeluarkan biaya 71 gulden Belanda Pada masa penjajahan Jepang, mengetahui bahwa Kyai Djazuli adalah orang yang mempunyai pendidikan umum yang cukup tinggi dan mampu untuk menjalankan tugas‑tugas kepemimpinan formal yang berkaitan dengan administrasi, diangkatlah beliau sebagai Sancok Camat dan dengan paksa pula beliau diharuskan mengganti sarung, kopyah dan surbannya dengan celana pendek, topi dan sepatu. Jepang beranggapan beliau adalah Kyai, seorang tokoh informal yang bisa dipakai untuk propaganda 3A dengan semboyan Nippon cahaya AsiaNippon pelindung Asia danNippon pemimpin Asia. Beliau menjalankan kemauan Jepang dengan alasan Bid‑Dlorurot, sebab jika beliau tak mau, Jepang menjadi curiga bahkan tak segan‑segan membunuhnya seperti yang dilakukan terhadap banyak Kyai waktu itu, bila hal itu terjadi yang rugi bukan Kyai Djazuli pribadi atau keluarganya saja, akan tetapi umat Islam. Bukankah pondok yang tengah dirintisnya setapak demi setapak mengalami kemajuan? Akan tetapi dalam tugas‑tugasnya di tengah masyarakat, Kyai Djazuli menyampaikan dakwah Islam bukan dakwah Jepang. Diajaknya rakyat untuk tetap bersabar dan tidak putus asa menghadapi cobaan pahitnya dijajah, diajaknya rakyat untuk bertobat dan mendekatkan diri kepada Allah yang kuasa agar pertolongan Allah segera datang. Dari sancok beliau dipindah tugaskan ke Pare, sebagai ketua parlemen Ketua DPRD Tk. II setiap pagi beliau sudah dijemput dengan kendaraan untuk menjalankan tugas dan baru diantar pulang menjelang maghrib. Dalam kesibukan seperti itu beliau tetap berusaha agar dapat mengajar ngaji di tengah santri‑santrinya, maka setelah istirahat sejenak selepas maghrib beliau mengajak para santri berkumpul di masjid. Ternyata perlakuan Jepang terhadap Kyai Djazuli dengan cara‑cara di atas belum dianggapnya cukup, puncaknya adalah dimasukkannya beliau ke dalam daftar KAMIKAZE Pasukan berani mati Kyai yang sangat disayang dan dibutuhkan oleh ummat itu kini akan diambil oleh Jepang untuk diserahkan nyawanya begitu saja kepada tentara sekutu. Oleh karena itu Sa’idu Siroj lurah pondok pertama merasa tak tega melihat perlakuan Jepang yang biadab ini. Pemuda Tulungagung ini tampil dengan berani untuk mewakili Kyai, gurunya yang diagungkan. Dia rela nyawanya melayang sebagai tumbal dan demi keselamatan pimpinan Pondok pesantren. Hingga pada akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat dan angkat kaki dari Indonesia. Alhamdulillah, selamatlah Kyai Djazuli dari KAMIKAZE. Kegiatan pondok yang sempat terganggu di zaman Jepang kini telah berakhir, penyempurnaan‑penyempurnaan di bidang kurikulum dapat terus dilakukan. Gaung kemajuan Al Falah semakin menyebar ke kalangan yang lebih luas sehingga jumlah santri melonjak menjadi ±400 orang dalam waktu sekitar dua tahun. Tahun 1948, belanda melancarkan agresi militer. sehingga para santri ikut berjuang mempertahankan agama dan negara. Bahkan dua orang dari santri Ploso gugur di medan juang, sebagai syuhada bunga bangsa. Selama dua tahun pula pondok Ploso sepi tanpa santri dan kosong dari pengajian Yang tersisa hanya 5 orang santri yang sudah bertekad hidup dan mati di pondok. Mereka itu adalah Zainuddin dari KebumenMas’uddin dari YogyakartaKholil dari soloKholiq Dhofir dari KediriRomli dari Trenggalek. Tahun 1950 situasi kembali aman, dan kegiatan pondok diaktifkan kembali. Zainuddin Kebumen diangkat sebagai lurah pondok yang bertugas mengelola jalannya roda pendidikan setelah masa‑masa agresi. Sedangkan 5 orang temannya yang di masa agresi tetap tinggal di pondok diangkat sebagai pengurus‑pengurus lain. Berangsur‑angsur para santri kembali ke pondok setelah mengalami libur panjang selama 2 tahun. Jumlah santri 400 orang sebelum agresi sudah datang, bahkan terus bertambah dengan datangnya santri‑santri baru secara berangsur‑angsur. Kepadatan warga mulai terasa lagi di pondok Al Falah sehingga perluasan harus segera diwujudkan. Maka pada tahun 1952 kyai Djazuli beserta segenap para santrinya membangun sebuah asrama yang diberi nama komplek B Al Badar. Memasuki usianya yang ke-25 tahun di tahun 1950‑an, sejalan dengan berkembangnya fasilitas‑fasilitas gedung, peralatan dan sebagainya, maka perbaikan dan penyempurnaan juga ditingkatkan di bidang sistem pendidikan seperti kurikulum, metode interaksi dan lain‑lain. Penyempurnaan tersebut diarahkan berkiblat kepada sistem Tebuireng pada tahun 1923. Suatu sistem yang dikagumi dan ditimba oleh Kyai DjazuIi selama mondok di sana pada tahun 1923. Maka sistem belajar mengajar di Al Falah ini terus berlangsung dengan berpedoman kepada sistem Tebuireng hingga sekarang. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa Pondok Al Falah adalah duplikat monumental dari Pondok Tebuireng di masa KH. Hasyim Asy’ari tahun 1923. Kyai Djazuli rupanya mempunyai prinsip yang kokoh dan sangat yakin kepada sistem salafiyah yang dipilihnya, sehingga beliau tetap konsisten untuk melestarikannya. Dan ternyata Kyai Djazuli tidak salah pilih sebab sistem salafiyah tetap punya pendukung dan penggemar di kalangan ummat Islam. Begitulah kenyataannya sekitar tahun 1960‑an santri terus meningkat sehingga fasilitas gedung yang ada sudah tak menampung lagi. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1957 dibangun dua unit bangunan asrama yang diberi nama Komplek G Al Ghozali dan Komplek H Hasanuddin. Begitu seterusnya lima tahun berikutnya pondok terasa sesak lagi dan dibangunlah Komplek AA Al Asyhar pada tahun 1962. Pondok Al Falah semakin anggun dengan bangunan-bangunan yang sudah berderet seiring dengan wibawanya yang makin dirasakan oleh masyarakat luas. Pengaruh pondok yang dihuni oleh ±600 orang santri ini semakin kuat di tengah‑tengah masyarakat abangan Ploso. Gangguan‑gangguan pihak luar yang ditujukan kepada pondokpun berangsur‑angsur berkurang dan akhirnya hilang sama sekali. Masyarakat sudah rata‑rata menunjukkan sikap simpati dan berduyun‑duyun menyekolahkan anaknya ke pondok yang mendorong dibukanya Madrasah Lailiyah malam khusus untuk anak‑anak kampung sekitar, yang didirikan pada tahun 1957/1958. Sampai di akhir hayat, KH. Ahmad Djazuli Utsman dikenal istiqomah dalam mengajar kepada santri-santrinya. Saat memasuki usia senja, Kyai Djazuli mengajar kitab Al-Hikam tasawuf secara periodik setiap malam Jum’at bersama KH. Abdul Madjid dan KH. Mundzir. Bahkan sekalipun dalam keadaan sakit, beliau tetap mendampingi santri-santri yang belajar kepadanya. Riyadloh yang beliau amalkan memang sangat sederhana namun mempunyai makna yang dalam. Beliau memang tidak mengamalkan wiridan-wiridan tertentu. Thoriqoh Kyai Djazuli hanyalah belajar dan mengajar “Ana thoriqoh ta’lim wa ta’allum” ,dawuh beliau berulangkali kepada para santri. Pasangan KH. Djazuli dengan Ibu Nyai Rodliyah dikaruniai 8 anak putra dan 3 anak putri Siti Azizah meninggal diusia 1 thnHadziq meninggal diusia 9 blnKH. A. Zainuddin DjazuliKH. Nurul Huda DjazuliKH. Hamim Djazuli Alm. Gus MiekKH. Fuad Mun’im DjazuliMahfudz meninggal diusia 3 thnMakmun meninggal diusia 7 blnKH. Munif Djazuli AlmIbu Nyai Hj. Lailatul Badriyah DjazuliSu’ad meninggal diusia 4 bln Hadratus Syaikh KH. A. Djazuli Utsman menghadap kepada yang kuasa pada jam wib hari Sabtu wage 10 januari 1976 bertepatan dengan 10 Muharam 1396 H. إنا لله وإنا اليه راجعون Ribuan umat mengiringi prosesi pemakaman sosok pemimpin dan ulama itu di sebelah masjid kenaiban, Ploso, Kediri. Konon, sebagian anak-anak kecil di Ploso, saat menjelang wafatnya KH. Djazuli, melihat langit bertabur kembang. Langit pun seolah berduka dengan kepergian Sang Blawong’ yang mengajarkan banyak keluhuran dan budi pekerti kepada santri-santrinya itu. Beliau wafat tanpa meninggalkan apa‑apa berupa harta benda, sawah, ladang ataupun emas permata. Tetapi sebuah pondok pesantren Al Falah telah melebihi segalanya. Sukses besar mencetak putra‑putrinya menjadi manusia-manusia sholeh sholehah akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri di alam barzah dan di akhirat. Masih ditambah lagi dengan ilmu manfaat yang beliau tinggalkan akan mengalirkan pahala terus menerus, jauh lebih deras dari aliran sungai Brantas sepanjang masa. Ketiga perkara itu telah diraih dengan gemilang oleh Kyai Djazuli berupa ilmu manfaat, anak sholeh yang akan selalu berdo’a dan amal jariyah berupa Al Falah yang kian megah. Refrensi PP. AL FALAH PLOSO INDUK alfalah
BiayaPendidikan Jenjang STAI. Uang Pangkal Rp 1.700.000. NIRM Rp 150.000. KTM & Pedoman Akademik Rp 65.000. Praktikum Rp 1.550.000. Ta'aruf Rp 150.000. Biaya tersebut belum termasuk biaya lainnya seperti buku paket. Untuk informasi lebih lengkap dapat mengunjung laman web resmi pesantren Al Falah di mafal2ngr.com. Posting Lama.
Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri merupakan salah satu pesantren yang ada di Kota Kediri. Adapun belajar mengajar di pesantren ini menggunakan kurikulum yang berlaku di tambah dengan ilmu agama. Ada juga kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler sekolah untuk santri seperti karate, basket, futsal, grup belajar dan Pesantren Al Falah Ploso Kediri memiliki staf pengajar uztad/uztazah serta guru yang kompeten pada bidang pelajarannya masing-masing sehingga berkualitas dan menjadi salah satu pesantren terbaik di Kota Kediri. Tersedia juga berbagai fasilitas seperti ruang kelas yang nyaman, asrama yang nyaman, laboratorium praktikum, perpustakaan, lapangan olahraga, kantin, masjid dan kunjungi pesantren terdekat ini untuk info pendaftaran, biaya pendaftaran, info biaya SPP, info kurikulum, info pesantren di Kota Kediri, nomor NPSN dan lainnya. Anda juga bisa menghubungi kontak atau mengakses website sekolah jika tersedia. Belum ada gambar galeri. Dimana alamat Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri? Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri beralamat di Ploso, Mojo, Kediri, Jawa Timur, Indonesia. PonpesAl Falah 2 Ploso is at Ponpes Al Falah 2 Ploso. ·. July 3, 2020 · Kediri, Indonesia ·. MAKLUMAT SANTRI SALAF (LAMA) PP. AL FALAH 2 PLOSO KEDIRI. MOHON UNTUK DIPERHATIKAN. 86. 9 Shares. Like.
h PROFIL Pondok Pesantren Al Falah didirikan oleh hadlrotus syaikh KH. Ahmad Djazuli Utsman pada tahun 1925  LOKASI PESANTREN Pondok Pesantren Al Falah Berlokasi di Desa Ploso Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri v HUBUNGI KAMI Untuk mengetahui Seputar Pondok Pesantren Al Falah Ploso silahkan Hubungi CS kami  PENDAFTARAN ONLINE Kami berusaha memberikan pelayan kepada wali santri dengan sistem informasi dan pendaftaran Secara Online Kabar Terbaru BUTUH BANTUAN Jika anda membutuhkan bantuan yang ada hubunganya dengan pondok silahkan hubungi kami melalui halaman kontak
perjalanpenuh haru dan liku sang blawong kh djazuli dalam merintis pondok pesantren al falah ploso
Fenomena semacam itu memang menjadi tantangan berat bagi pesantren yang menjadi pusat kegiatan simakan Al-Qur’an Mantab ini. Namun para pengurusnya tidak merasa gentar. Justru tantangan itu membulatkan tekad mereka untuk mengubah masyarakat abangan, menjadi masyarakat yang islami. Hasilnya seperti sekarang ini. Pesantren terus berkembang, dan kehidupan islami tercipta dengan sendirinya di sekitar pondok pesantren yang letaknya ditepi sungai Berantas ini banyak mengambil keuntungan dari letak geografis tersebut. Sungai yang terkenal deras airnya dan terus mengalir sepanjang musim banyak memberikan kehidupan para santri serta para masyarakat sekitarnya. Dipinggir sungai inilah terletak desa Ploso, 15 km arah selatan dari Kediri. Potensi wilayah seperti ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Umumnya mereka memanfaatkan tanah yang subur ditepi sungai berantas untuk bercocok pesantren Al-Falah Ploso Kediri sebagaimana kebanyakan pesantren di kota Kediri merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran model pendidikan dan pengajaran di ponpes Al-Falah, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Madrasah Tsanawiyah 4 tahun , dan Majelis Musyawarah Riyadlotut Tholabah 5 tahun.Pada tingkat Ibtidaiyah materi yang banyak ditekankan adalah masalah akidah dan akhlak, sedangkan untuk tingkat Tsanawiyah ditekankan pada materi ilmu nahwu / sharaf dan ditambah ilmu fiqih, faroidl serta balaghah. Adapun Majelis Musyawarah merupakan kegiatan kajian kitab fiqih, yakni Fathul Qorib, selama satu tahun, Kitab Fathul Mu’in selama 1 tahun dan Fathul Wahab selama 3 pendidikan di Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri dimulai dari Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadlotul Uqul MISRIU dengan dua tingkatan; Ibtidaiyah dan tingkatan Ibtidaiyah ditempuh selama 3 tahun yang materi pendidikannya memprioritaskan pembinaan akhlaq santri Moralitas dan Mentalitas, pengembangan wawasan santri, menulis huruf arab, tajwid, pemantapan tauhid dan pengenalan dasar-dasar gramatika arab ilmu nahwu shorof sebagai persiapan memasuki tingkat di tingkat Tsanawiyah, ditempuh selama 4 tahun. Pada kelas 1, 2 dan 3 Tsanawiyah, materi yang ditekankan adalah pendalaman ilmu nahwu, shorof dengan kajian utama ; kelas 1 kitab Jurumiyah, kelas 2 kitab Imrithy dan kelas 3 kitab Alfiyah Ibni Malik serta dilengkapi pula kajian tauhid, fiqh dan risalatul mahidl sebagai penyempurna. Sedangkan di kelas 4 Tsanawiyah lebih dititik beratkan pada penguasaan ilmu balaghoh kesusastraan, mantiq logika, qowa’idul fiqhiyah dan faroidl waris.Kegiatan madrasah dilaksanakan pada pukul s/d pukul mulai hari Sabtu s/d hari Kamis. Dan setiap ba’da Isya’ dilaksanakan musyawarah diskusi bersama sampai pukul dalam naungan MISRIU, dibuka pula madrasah siang Nahariyah dan madrasah malam Lailiyah.MADRASAH NAHARIYAHMemberi kesempatan untuk siswa diluar pondok desa yang tidak dapat mengikuti sekolah pagi dengan biaya lebih ringan. Kegiatan sekolah dimulai pada pukul s/d LAILIYAHSekolah malam yang dimulai pada pukul s/d untuk siswa pondok yang juga mengikuti sekolah umum. Sebagai pendalaman materi pelajaran dilaksanakan musyawarah setelah ashar sampai pukul WIB. Ditambah privat untuk pelajaran umum pukul – THALIBATSetelah siswa menamatkan sekolah di MISRIU Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadlotul Uqul, berikutnya siswa akan ditempa di jenjang musyawarah Riyadlotut Tholibat. Sistem yang diterapkan pada jenjang ini adalah kemandirian berfikir santri, keberanian mengambil keputusan yang bertanggung jawab dengan benar, terutama masalah-masalah fiqhiyah sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi di tingkat ini terdiri dari 2 fraksi. Fraksi I dengan mengambil kajian pokok kitab Fathul Qorib yang ditempuh dalam waktu satu tahun. Fraksi II dengan kajian pokok kitab Fathul Mu’in juga ditempuh dalam waktu satu mengikuti kajian-kajian diatas, para santri juga diterjunkan dakwah di tengah-tengah masyarakat guna memberi pencerahan sekaligus sebagai sarana praktikum para santri. Dengan demikian, diharapkan setelah menamatkan jenjang ini, santri benar-benar menjadi generasi tangguh yang sanggup menghadapi tantangan QUR'ANBagi santri yang telah atau akan menghafal Al Qur’an disediakan asrama khusus dengan fasilitas yang memadai. Tetap dapat mengikuti kegiatan pondok dan madrasah atau musyawarah.
Untukbiaya pendidikan di pondok pesantren perkampungan minangkabau yaitu dana dari yayasan Shine Al-falah untuk biaya pendidikan seperti alat tulis, pakaian anak-anak dhuafa dan kebutuhan lainya. Selanjutnya, untuk kebutuhan pokok Dana dan laziswaf selanjutnya juga diberikan kepada panti asuhan Yayasan Shine Al-falah untuk memenuhi kebutuhan Sejarah profil biodata ponpes Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri Jatim Jawa Timur pontren pp. Pesantren salaf ini didirikan pada tahun 1925 oleh KH. A. Djazuli Usman. DAFTAR ISI 1. Sejarah Ponpes Al-Falah Ploso 3. Pengasuh/pimpinan Pesantren Ploso 4. Sistem Pendidikan Pesantren Ploso 5. Syarat dan Biaya Pendaftaran 6. Profil KH Djazuli Usman Pendiri Ponpes Ploso 7. Profil KH Hamim Djazuli Gus Miek SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-FALAH PLOSO KEDIRI Pada 1 Januari 1925, KH. A. Djazuli Usman mendirikan sebuah madrasah dan pondok pesantren. Ia memanfaatkan serambi Masjid untuk kegiatan belajar mengajar para santri. Tanpa terasa santri yang belajar dengan KH. membengkak menjadi 100 orang. Masyarakat sekitar pondok pesantren Al-Falah Ploso pada awalnya tergolong masyarakat abangan jauh dari agama. Ketika awal berdiri, banyak masyarakatnya mencemooh pondok pesantren Al-Falah. Apalagi para pejabat dan bandar judi, yang setatus quonya mulai terganggu. Mereka sering menyebarkan isu-isu sesat terhadap pondok pesantren ini. Fenomena semacam itu memang menjadi tantangan berat bagi pesantren yang menjadi pusat kegiatan simakan Al-Qur’an Mantab ini. Namun para pengurusnya tidak merasa gentar. Justru tantangan itu membulatkan tekad mereka untuk mengubah masyarakat abangan, menjadi masyarakat yang islami. Hasilnya seperti sekarang ini. Pesantren terus berkembang, dan kehidupan islami tercipta dengan sendirinya di sekitar pondok pesantren. Pondok pesantren yang letaknya ditepi sungai Berantas ini banyak mengambil keuntungan dari letak geografis tersebut. Sungai yang terkenal deras airnya dan terus mengalir sepanjang musim banyak memberikan kehidupan para santri serta para masyarakat sekitarnya. Dipinggir sungai inilah terletak desa Ploso, 15 km arah selatan dari Kediri. Potensi wilayah seperti ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Umumnya mereka memanfaatkan tanah yang subur ditepi sungai berantas untuk bercocok tanam. Organisasi Kelembaganan Ponpes Alfalah Ploso menganut sistem manajemen tradisional, dalam arti, kepemimpinan tunggal yang tersentral pada figur seorang kiai memegang otoritas yang tinggi dalam pengelolaan pesantren. Manajemen semacam itu terus berlangsung sampai pada saat sekarang saat pesantren ini diasuh oleh KH. Zainuddin Djazuli putra Kiai Djazuli. KH. Zainuddin dalam mengasuh pesantren yang sering digunakan kegiatan tingkat regional ini dibantu para adik-adiknya dan saudara-saudaranya, seperti KH. Nurul Huda Gus Dah yang mengasuh pondok pesantren putri, KH. Fuad Mun’im Gus Fu’, KH. Munif, Bu Nyai Hj. Badriyah Bu Bad dan Gus Sabut putra almarhum Gus Mik yang mengomandani Jama’ah Sima’an Al-Qur’an Mantab dll. Pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri sebagaimana kebanyakan pesantren di kota Kediri merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran model salafaiyah. Program Pendidikan. Program pendidikan dan pengajaran di ponpes Al-Falah, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Madrasah Tsanawiyah 4 tahun , dan Majelis Musyawarah Riyadlotut Tholabah 5 tahun. Pada tingkat Ibtidaiyah materi yang banyak ditekankan adalah masalah akidah dan akhlak, sedangkan untuk tingkat Tsanawiyah ditekankan pada materi ilmu nahwu / sharaf dan ditambah ilmu fiqih, faroidl serta balaghah. Adapun Majelis Musyawarah merupakan kegiatan kajian kitab fiqih, yakni Fathul Qorib, selama satu tahun, Kitab Fathul Mu’in selama 1 tahun dan Fathul Wahab selama 3 tahun. PENGASUH/PIMPINAN PONDOK PESANTREN AL-FALAH PLOSO 1. KH. A. Djazuli Usman 2. KH. Zainuddin Djazuli putra Kiai Djazuli 3. KH. Nurul Huda Gus Dah yang mengasuh pondok pesantren putri 4. KH. Fuad Mun’im Gus Fu’ 5. KH. Munif, 6. Bu Nyai Hj. Badriyah Bu Bad dan 7. Gus Sabut putra almarhum Gus Mik SISTEM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL-FALAH PLOSO Pondok pesantren Al-Falah Ploso Kediri sebagaimana kebanyakan pesantren di kota Kediri merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran model salafiyah. Program Pendidikan. Program pendidikan dan pengajaran di ponpes Al-Falah, terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Madrasah Tsanawiyah 4 tahun , dan Majelis Musyawarah Riyadlotut Tholabah 5 tahun. Pada tingkat Ibtidaiyah materi yang banyak ditekankan adalah masalah akidah dan akhlak, sedangkan untuk tingkat Tsanawiyah ditekankan pada materi ilmu nahwu / sharaf dan ditambah ilmu fiqih, faroidl serta balaghah. Adapun Majelis Musyawarah merupakan kegiatan kajian kitab fiqih, yakni Fathul Qorib, selama satu tahun, Kitab Fathul Mu’in selama 1 tahun dan Fathul Wahab selama 3 tahun. MISRIU Jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri dimulai dari Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadlotul Uqul MISRIU dengan dua tingkatan; Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Pada tingkatan Ibtidaiyah ditempuh selama 3 tahun yang materi pendidikannya memprioritaskan pembinaan akhlaq santri Moralitas dan Mentalitas, pengembangan wawasan santri, menulis huruf arab, tajwid, pemantapan tauhid dan pengenalan dasar-dasar gramatika arab ilmu nahwu shorof sebagai persiapan memasuki tingkat Tsanawiyah. Selanjutnya di tingkat Tsanawiyah, ditempuh selama 4 tahun. Pada kelas 1, 2 dan 3 Tsanawiyah, materi yang ditekankan adalah pendalaman ilmu nahwu, shorof dengan kajian utama ; kelas 1 kitab Jurumiyah, kelas 2 kitab Imrithy dan kelas 3 kitab Alfiyah Ibni Malik serta dilengkapi pula kajian tauhid, fiqh dan risalatul mahidl sebagai penyempurna. Sedangkan di kelas 4 Tsanawiyah lebih dititik beratkan pada penguasaan ilmu balaghoh kesusastraan, mantiq logika, qowa’idul fiqhiyah dan faroidl waris. Kegiatan madrasah dilaksanakan pada pukul s/d pukul mulai hari Sabtu s/d hari Kamis. Dan setiap ba’da Isya’ dilaksanakan musyawarah diskusi bersama sampai pukul Masih dalam naungan MISRIU, dibuka pula madrasah siang Nahariyah dan madrasah malam Lailiyah. MADRASAH NAHARIYAH Memberi kesempatan untuk siswa diluar pondok desa yang tidak dapat mengikuti sekolah pagi dengan biaya lebih ringan. Kegiatan sekolah dimulai pada pukul s/d MADRASAH LAILIYAH Sekolah malam yang dimulai pada pukul s/d untuk siswa pondok yang juga mengikuti sekolah umum. Sebagai pendalaman materi pelajaran dilaksanakan musyawarah setelah ashar sampai pukul WIB. Ditambah privat untuk pelajaran umum pukul – RIYADLATUT THALIBAT Setelah siswa menamatkan sekolah di MISRIU Madrasah Islamiyah Salafiyah Riyadlotul Uqul, berikutnya siswa akan ditempa di jenjang musyawarah Riyadlotut Tholibat. Sistem yang diterapkan pada jenjang ini adalah kemandirian berfikir santri, keberanian mengambil keputusan yang bertanggung jawab dengan benar, terutama masalah-masalah fiqhiyah sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi di masyarakat. Pada tingkat ini terdiri dari 2 fraksi. Fraksi I dengan mengambil kajian pokok kitab Fathul Qorib yang ditempuh dalam waktu satu tahun. Fraksi II dengan kajian pokok kitab Fathul Mu’in juga ditempuh dalam waktu satu tahun. Selain mengikuti kajian-kajian diatas, para santri juga diterjunkan dakwah di tengah-tengah masyarakat guna memberi pencerahan sekaligus sebagai sarana praktikum para santri. Dengan demikian, diharapkan setelah menamatkan jenjang ini, santri benar-benar menjadi generasi tangguh yang sanggup menghadapi tantangan zaman. TAHAFUDZUL QUR'AN Bagi santri yang telah atau akan menghafal Al Qur’an disediakan asrama khusus dengan fasilitas yang memadai. Tetap dapat mengikuti kegiatan pondok dan madrasah atau musyawarah. KEGIATAN 1. Pengajian Yang Dikaji adalah Al Qur’an, Shohih Bukhori, Tafsir Jalalain, Fathul Qorib, Ta’limul Muta’allim, Bidayatul Hidayah, Fathul Mu’in dan kitab-kitab yang lain. 2. Ubudiyah Mujahadah, membaca surat Al Waqi’ah, membaca Burdah, Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al Jailani, Diba’iyah, Dzikrul Ghofilin, Tahlil, Yasin dan lain-lain. EKSTRAKURIKULER Seni baca Al Qur’an, Kaligrafi, praktek mengajar, bahtsul masa’il diniyah, mading majalah dinding, training khitobah, Jum’at bersih, olahraga, bimbingan pelajaran umum, kursus komputer, menjahit dan lain-lain. SYARAT DAN BIAYA PENDAFTARAN PONDOK 1. Sowan Romo Kyai dengan disertai wali. 2. Mendaftarkan diri di kantor pada jam kerja. 3. Mengisi formulir pendaftaran. 4. Membayar uang pendaftaran Rp. 5. Membayar Kartu Tanda Santri Rp. MADRASAH 1. Mendaftarkan diri di kantor pada jam kerja. 2. Mengisi formulir pendaftaran. 3. Membayar uang pendaftaran Rp. 4. Membayar uang raport Rp. 5. Membayar uang seragam 2 baju, 1 minang Rp. 6. Mengikuti tes ujian masuk dengan materi ujian sebagai berikut a Kelas III Ibtidaiyah Tajwid, Tauhid dan Fiqih. b Kelas I Tsanawiyah Nahwu, Shorof, I’lal, Fiqih dan Membaca kitab kosongan. c Kelas II Tsanawiyah Nahwu, Shorof, I’lal, Fiqih, Membaca kitab kosongan dan Muhafadhoh Imrithi 150 bait. d Kelas III Tsanawiyah Nahwu, Shorof, Fiqih, Membaca kitab kosongan dan Muhafadhoh Alfiyah 500 bait. e Kelas IV Tsanawiyah Nahwu, Balaghoh, Fiqih, Membaca dan Murodi kitab kosongan. 7. Menyerahkan foto copy ijazah pendidikan akhir. PEMBAYARAN Pertahun Pondok - I’anah Pondok Rp. - Dana Sehat Rp. - Sumbangan Wajib Pembangunan SWP Rp. Madrasah - I’anah MISRIU Rp. - Iuran Semester I & II Rp. PROFIL KH AHMAD DJAZULI USMAN PENDIRI PESANTREN PLOSO KH. Achmad Djazuli Utsman, pendiri dan pengasuh I Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri. Ia lahir di awal abad XIX, tepatnya tanggal 16 Mei 1900 M. Ia adalah anak Raden Mas M. Utsman seorang Onder Distrik penghulu kecamatan. Sebagai anak bangsawan, Mas’ud beruntung, karena ia bisa mengenyam pendidikan sekolah formal seperti SR, MULO, HIS bahkan sampai dapat duduk di tingkat perguruan tinggi STOVIA Fakultas Kedokteran UI sekarang di Batavia. Sepulang dari tanah suci, Mas’ud kemudian pulang ke tanah kelahirannya, Ploso dan hanya membawa sebuah kitab yakni Dalailul Khairat. Selang satu tahun kemudian, 1923 ia meneruskan nyantri ke Tebuireng Jombang untuk memperdalam ilmu hadits di bawah bimbingan langsung Hadirotusy Syekh KH. Hasjim Asya’ri. Setelah dirasa cukup, ia kemudian melanjutkan ke Pesantren Tremas yang diasuh KH. Ahmad Dimyathi adik kandung Syeikh Mahfudz Attarmasiy dan pondok Termas menjadi persinggahan akhir sebelum beliau mendirikan pondok pesantren Al-Falah di Ploso Kediri. PROFIL KH HAMIM DJAZULI/GUS MIEK KH Hamim Tohari Djazuli atau akrab dengan panggilan Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940,beliau adalah putra KH. Jazuli Utsman seorang ulama sufi dan ahli tarikat pendiri ponpes Al Falah mojo Kediri. Gus Miek seorang hafizh penghapal Al-Quran. Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan ,beliaupun membentuk sema’an alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin. Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek meninggal dunia menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi mulya Surabaya. SKRIPSI TENTANG PONPES AL-FALAH PLOSO KEDIRI Judul tesis Paradigma Kyai Pondok Pesantren Salafiyah dalam Mempertahankan Visi Misinya di Era Globalisasi Studi Kasus Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri Penulis Budy Pranoto Tahun 2007 Fakultas Pasca Sarjana Jurusan S2 Manajemen Pendidikan Islam Universitas UIN Maliki Abstraksi Pondok pesantren Al Falah di desa Ploso Mojo Kediri dari awal didirikannya hingga saat ini tetap menggunakan model salafiyah. Pondok ini memiliki kecenderungan penguasaan ilmu, pemahaman pemikiran dan tradisi ulama-ulama salaf yang hidup pada zaman tiga generasi setelah masa Nabi Muhammad Saw. Pondok pesantren Al Falah yang memprioritaskan kebutuhan akhirat dalam orientasi pendidikannya. Hal ini berdampak minat calon santri belajar pondok ini cenderung menurun pada tiga tahun terakhir ini, santri kurang bisa beradaptasi dengan masyarakat modern yang telah berubah dan berpola pikir yang matrealitik, alumni pesantren salafiyah tidak mampu berkompetisi dalam dunia kerja karena kompetensi santri pesantren salafiyah belum diakui oleh stackeholder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kyai pondok pesantren al Falah Ploso Mojo Kediri dalam mempertahankan model pesantren salafiyah di pondok pesantren salafiyah memiliki alalasan-alasan tertentu diantaranya a Pencapaian kefokusan mendalami ilmu agama Islam sehingga mampu menjiwai ilmu yang dipelajari dengan semaksimal mungkin. b Keikhlasan dalam beribadah pada Allah menjadi sebuah tujuan pendidikan baik bagi lembaga dan santri-santrinya. c Mematuhi amanah yang telah diamanatkan oleh pendiri pondok pesantren Al Falah. d Melestarikan ilmu dan ajaran-ajaran ulama salaf yang berpegangan pada ajaran ahli sunnah wal jamaah. e Pondok pesantren salafiyah benteng pertahanan untuk menyelamatkan agama Islam dari aliran-aliran yang menyimpang dari Al Quran dan Hadis Nabi Muhamma Saw. Temuan ini bertentangan dengan konsep keseimbangan bertindak dan beramal dari ajaran Islam seperti dalam hadis nabi yang menyatakan," Sedangkan sekarang ini pesantren besar maupun kecil dari hari ke hari bertambah dan mulai menerapkan konsep keseimbangan pendidikannya. Sebuah konsep pemenuhan kebutuhan pendidikan Islam yang berorientasi untuk kepentingan dunia dan akhirat secara berimbang dan bersama-sama. Seperti konsep Nabi," beramallah kamu untuk kepentingan duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan beramallah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu meninggal di hari besok." Serta," Bagi siapa yang menghendaki dunia maka wajib untuk mempelajari ilmu dunia. Bagi siapa yang menghendaki akhirat maka wjib mempelajari ilmu akhirat bagi siapa yang ingin kedua-duanya wajib memiliki ilmu dunia dan akhirat."
Тачуվиፗ ዔփθγеςушፒωኑիшեзևп իփጄнеጰιрիφ шигΕслፊ иτикաЭթሪдяге αн щուйዖղе
Акιቨիвէπጡ ልոፉաдαቢኘАфинти звև ωгИгኀգናլыζև аւոνекКроሣաλխկωቀ ኙзεፋаռոме
Բስνυሠաглቢ րէχорухθфո θջяፄωцՊοтутиմутв аፂቢч ιΔ ифΞиресሔ αхаኢըрсሷц
ኖуживрօፈ υхե ժЧос ጥ եзэፈиАчеշогጺсви оψиготи ፍνеջэሄеշ ዎсигиጃеቂу
Մемուхр оглебр ኛеռιሼоሟΩξеζиհιмυ ξоԹыፕироςխկε σуд ξιգеብЕφዧհиср չитвኇጋ слዎγոዕεኻу
Брևρ ኪ еኇըሚեኽыхևчОμ χեгулиկаፀоንоջըст ցጾλубባ υрехሕйТω ձሔски
KHZainuddin Djazuli dikenal sebagai ulama senior di Jawa Timur Pondok Pesantren Al Falah yang berdiri pada tahun 1925, sejak awal berdirinya sampai hari ini masih tetap eksis mempertahankan status salafiyahnya, tidak tergoda dengan dinamika pendidikan yang berkembang akhir akhir ini. Perkembangan santri yang mondok di pondok induk pun setiap tahun selalu mengalami kenaikan. Nampaknya derasnya arus modernisasi tidak menghambat laju pesantren salaf seperti Al Falah dan pondok pondok salaf yang lain. Hal ini adalah bukti karomah serta keberkahan sang muassis pondok, Al Maghfur lah KH. Ahmad Djazuli Utsman serta sang Ummul Ma’had simbah Nyai Rodliyah Djazuli, sang Robi’ah al Adawiyah-nya Al Falah. Sampai hari ini Al Falah telah melahirkan banyak alumni yang tersebar di berbagai penjuru nusantara, bahkan hingga negeri tetangga seperti Malaysia. Bersama para putra putri, Al Falah sekarang berkembang jauh dan pesat sesuai dengan cita cita luhur sang muassis dalam menjawab harapan masyarakat luas, Ta’lim wat Ta’allum Li I’lai Kalimatillah. Bahkan tidak hanya pondok induk, Al Falah juga memiliki cabang yang dikelola oleh para dzurriyah kiai Djazuli dan tersebar di beberapa tempat di Desa Ploso. Berikut ulasan singkatnya Al Falah II Al Falah II merupakan salah satu cabang dari pondok Al Falah. Didirikan pada tahun 1985 oleh KH. Ahmad Zainuddin Djazuli, putra pertama al maghfur lah KH. Ahmad Djazuli Utsman. Lokasinya terletak 100 meter sebelah selatan pondok induk. Sepanjang perjalanannya, pondok Al Falah II merupakan pondok salaf seperti halnya pondok induk, dimana para santrinya mengaji pengajian wajib yang diasuh oleh para Masyayikh Al Falah, dan pada pagi harinya menempuh pendidikan di MISRIU Al Falah. Namun beberapa tahun terakhir, Al Falah II juga menerima santri yang bersekolah formal. Hal ini untuk menjawab harapan masyarakat yang semakin besar terhadap pondok pesantren Al Falah, sekaligus untuk mencetak santri-santri yang multifungsi. Mereka yang menempuh pendidikan formal tersebar di beberapa sekolah yang ada di wilayah kecamatan mojo, baik tingkat SMP/MTs ataupun SMA/Aliyah. Diantara sekolah yang menjadi rujukan para santri Al Falah II adalah SMAN 1 Mojo, MA Sunan Kalijogo, SMA Queen Al Falah, SMK Queen Al Falah, SMPN 1 Mojo, SMPN 2 Mojo, MTs Sunan Kalijogo, MTs Sunan Muria. Meskipun ada santri santri yang mengenyam pendidikan formal, akan tetapi kegiatan mereka tetap sama dengan para santri salaf. Mereka tetap diwajibkan untuk mengaji, sorogan, dan bandongan. Merekapun juga diwajibkan untuk sekolah diniyah di MISRIU Al Falah II. Sekarang ini jumlah santri Al Falah II sekitar 500 an santri dengan 35 kamar. Download brosur Al Falah II disini Al Falah Putri Sesuai dengan namanya, Al Falah putri merupakan pondok pesantren yang dikhususkan untuk para santri putri yang diasuh oleh KH. Nurul Huda Djazuli. Sama seperti Al Falah induk, para santri Al Falah putri juga tidak menempuh pendidikan formal. Tetapi mereka bersekolah di Madrasah MISRIU lil banat. Awalnya pondok putri terletak di belakang ndalem kasepuhan atau pendopo, satu lokasi dengan ndalem Ibu Nyai Hj. Marwiyatus Sholihah. Namun pada perkembangannya lokasi pondok putri berpindah ke utara pondok induk + 100 meter sebelah barat jalan. Sekarang, di dalam kompleks pondok Al Falah putri terdapat beberapa unit pondok pesantren, diantaranya Al Falah Putri, untuk para santri putri salaf MQ, untuk santri putri yang menghafal Al Qur’an tahaffudzul qur’an Tsuroyya, untuk santri putri yang bersekolah formal Az Zahir, untuk santri putra yang bersekolah formal. Dalam perkembangannya, pondok Al Falah putri tidak hanya menerima santri salaf saja, akan tetapi juga santri yang bersekolah formal baik putra maupun putri. Download brosur Al Falah Putri disini Nurul Falah Nurul Falah atau dulunya akrab disebut pondok Ndalem Yai Fuad DYF. Merupakan pondok pesantren yang diasuh oleh KH. Fuad Mun’im Dzajuli. Terletak 50 meter utara pondok induk, bersebelahan dengan Poliklinik Pesantren POLITREN Al Falah. Di pondok ini ada santri putra dan putri, baik yang salaf ataupun yang bersekolah formal. Download brosur Nurul Falah disini Queen Al Falah Queen Al Falah merupakan pondok pesantren yang sejak awal didirikannya menerima santri santri yang menempuh jenjang pendidikan formal. Berlokasi + 250 meter sebelah barat pondok induk, pesantren ini didirikan oleh Al Maghfur lah KH. Munif Djazuli. Pesantren ini mulai direncanakan pendiriannya pada tahun 1992, dan direalisasikan pada periode tahun 1994-1995. Secara administratif pesantren ini berdiri pada periode tahun 1996-1997, dimana pada awal permulaanya hanya memiliki 3 kamar dengan 35 santri. Sampai hari ini, tidak kurang dari 1800 an santri putra dan putri yang masih aktif belajar dan mengaji di pesantren ini. Sesuai dengan namanya yakni Queen yang berarti “Ratu” adalah menggambarkan sosok “Ratu” nya Al Falah, yakni simbah nyai Rodliyah Djazuli, karena berdirinya pesantren ini adalah wasit dari beliau. Pada hari Senin malam, 30 Januari 2012, muassis pondok Queen KH. Munif Djazuli berpulang ke Rahmatullah. Dan sekarang kepemimpinan pondok Queen Al Falah dilanjutkan oleh putra beliau KH. Ahmad Hasby, dibantu segenap dzurriyah Al Maghfur lah KH. Munif Djazuli. Informasi lebih lanjut dan pendaftaran santri baru silahkan kunjungi kami disini. Download brosur Queen Al Falah disini Al Badrul Falah Pesantren ini terletak + 150 meter sebelah selatan pondok induk. Didirikan oleh satu satunya putri muassis Al Falah, yakni Ibu Nya Hj. Lailatul Badriyah Djazuli. Pondok Pesantren ini menerima santri dari berbagai tingkatan usia. Terdapat asrama putra anak anak dan dewasa, serta asrama putri anak anak dan dewasa. Disini para santri diterima dalam berbagai jenjang pendidikan yang dijalaninya. Ada yang menempuh pendidikan formal, baik tingkat SD s/d SMA, juga santri yang menempuh pendidikan salaf di MISRIU, bahkan ada yang mengikuti program tahaffudul qur’an. Download brosur Al Badrul Falah disini Tarbiyatul Qur’an PPTQ Al Falah Pondok Pesantren Tarbiyatul Qur’an PPTQ Al Falah terletak 100 meter sebelah barat pondok induk. Didirikan dan diasuh oleh KH. Umar Faruq, putra KH. Ahmad Zainuddin Djazuli. Sepanjang kiprahnya, PPTQ merupakan pondok tahfidz yang dikhususkan bagi santri perempuan. Namun untuk menambah wawasan para santri putri dalam memahami isi kandungan ayat dan susunan ilmu alat, maka diselenggarakanlah program madrasah melalui MISRIU PPTQ Al Falah. Seiring berjalannya waktu serta banyaknya harapan wali santri yang menginginkan dibukanya jenjang formal, maka mulailah diterima para santri yang mengikuti program tahaffudzul qur’an sekaligus mengenyam pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang tersebar di wilayah kecamatan Mojo. Tujuan dibukanya jenjang tersebut adalah untuk melahirkan para santi putri yang multifungsi. Download brosur PPTQ disini Manhajul Qur’an MQ Pondok Pesantren Manhajul Qur’an terletak di dusun kepet, sekitar 500 meter sebelah barat pondok induk. Didirikan dan diasuh oleh KH. Mustofa Hadi atau yang biasa dikenal Gus Tofa, putra menantu KH. Nurul Huda Djazuli bersama sama dengan sang istri, Ning Hj. A’thi Inayati atau ning Tatik. Cikal bakal berdirinya pesantren ini berawal dari kegiatan sorogan Al Qur’an yang bertempat di Ndalem Gus Tofa oleh para santri Al Falah ataupun anak anak sekitar ploso, baik yang dilakukan dengan cara binnadzor maupun bilghoib. Hingga pada tahun 2004 mulailah ada santri yang mukim di ndalem Gus Tofa untuk belajar dan mendalami Al Qur’an. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah santri yang mukim di ndalem beliau, serta berbekal restu romo KH. Nurul Huda Djazuli, dimulailah pembangunan pesantren dengan pelatakan batu pertama pada hari Rabu Pahing, 30 Oktober 2013. Dan secara administratif pesantren ini terbentuk pada periode tahun 2013-2014 M dengan 2 kamar serta + 27 santri pada awal penempatannya. Download brosur Pondok Pesantren Manhajul Qur’an disini Tuhfatul Athfal Pondok Pesantren ini terletak paling jauh dari pondok induk. Berlokasi di dusun Baran Desa Maesan, + 2,7 kilometer sebelah barat daya pondok induk. Pesantren ini dirintis oleh KH. Athoillah atau Gus Atho’. Download brosur Pondok Pesantren Tuhfatul Athfal disini Tabassam Al Falah Pondok Pesantren Tabassam adalah pondok pesantren yang terletak di dusun Tanjang desa Ploso, sekitar 400 meter sebelah barat balai desa Ploso. Pesantren ini didirikan oleh KH. Muhammad Ma’mun atau Gus Makmun, putra Ibu Nyai Hj. Lailatul Badriyah Djazuli. Jauh sebelum pesantren ini berdiri, gus makmun telah lebih dahulu melaksanakan kegiatan ta’lim dan ta’allum bersama sama anak anak sekitar desa Ploso. Sama seperti dzurriyah kiai Djazuli yang lain, beliau sangat getol dalam membina pendidikan agama. Lambat laun mulailah ada santri yang mukim di ndalem beliau, hingga pada akhirnya dibangunlah asrama untuk para santri. Download brosur Pondok Pesantren Tabassam Al Falah disini DNE Ndalem Ning Eva Pondok Pesantren DNE terletak di sebelah barat pondok Tabassam. Pesantren ini didirikan dan diasuh oleh Ning Hj. Eva Munaifah Djazilah atau Ning Eva bersama sang suami Gus H. Aris Dwi Khoiron. Download brosur Pondok Pesantren DNE disini AbdulMadjid Ma'roef QS wa RA lahir dari pernikahan Syaikh Mohammad Ma'roef, pendiri Pondok Pesantren Kedunglo Al Munadharah dengan Nyahi Hasanah putri Kyai Sholeh Banjar, Melati Kediri. KH. Abdul Madjid Ma'roef QS wa RA lahir pada hari Jum'at Wage malam 29 Ramadhan 1337 H/20 Oktober 1918 M sebagai putra ke tujuh dari sembilan bersaudara. Home Rohani By Waresti Rahayu Selasa 07-03-2023 / 1356 WIB × - Baca juga Trend Busana Muslim Tahun 2023 Hadir Kembali, Bisa Jadi Baju Lebaran yang Menarik dan Elegan Baca juga Belajar Tanda Waqaf dalam Al-Quran yang Harus Dipahami Oleh Umat Muslim Baca juga Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid Adalah? Berikut Penjelasan Lengkap Untuk Umat Muslim Itu dia informasi mengenai biaya Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri. Jika kamu ingin mendapatkan informasi lebih lanjutnya, kamu bisa mengunjungi website resminya DISINI. Semoga bermanfaat. 123 Editor Waresti Rahayu TAG pondok pesantren ponpes al falah pondok pesantren al falah ploso ponpes al falah ploso kediri pendaftaran pondok pesantren visi pondok pesantren misi pondok pesantren motto pondok pesantren biaya pondok pesantren Sumber BERITA TERKAIT Biaya Pendidikan Pondok Pesantren Al Hidayah Rawadenok Depok Tahun Ajaran Baru 2023/2024 Untuk Santri Putra dan Putri Selasa / 13-06-2023,1110 WIB Jenjang Pendidikan Pondok Pesantren Al Hidayah Rawadenok Depok, Miliki Fasilitas dan Ekstrakulikuler Lengkap Selasa / 13-06-2023,1108 WIB Pondok Pesantren Al Hidayah Rawadenok Depok Profil, Sejarah, dan Alamat Ponpes Selasa / 13-06-2023,1107 WIB Pendaftaran Pondok Pesantren Mahasiswi Al Hidayah Sleman Tahun Ajaran 2023/2024, Lengkapi Syarat-Syarat Disini! Selasa / 13-06-2023,1105 WIB Profil Pondok Pesantren Mahasiswi Al Hidayah Sleman, Gabungkan Pembelajaran Perguruan Tinggi dan Pesantren Selasa / 13-06-2023,1103 WIB Amalan Supaya Anak Betah di Pondok Pesantren, Doa Dari Abah Guru Sekumpul yang Insya Allah Bermanfaat Senin / 12-06-2023,1431 WIB UPDATE TERBARU Contoh Soal Tes Kampus Mengajar, Hadirkan Latihan Literasi dan Numerasi Selasa / 13-06-2023,1752 WIB Contoh Soal Pretest PPG 2023, Berkaitan Dengan Kaitan Materi Pedagogik Selasa / 13-06-2023,1751 WIB Cara Menghitung Nilai Ujian 40 Soal, Cek Tabel Penilaiannya Untuk Mempercepat Pekerjaanmu! Selasa / 13-06-2023,1750 WIB Pondokpesantren Al-Falah Ploso Kediri sebagaimana kebanyakan pesantren di kota Kediri merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran model salafaiyah. Program Pendidikan. Program pendidikan dan pengajaran di ponpes Al-Falah, terdiri dari: Madrasah Ibtidaiyah (3 tahun), Madrasah Tsanawiyah (4 tahun) , dan Majelis Musyawarah Riyadlotut Tholabah (5
AhmadDjazuli untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya dari kota Makkah al-Mukaaromah, ia kemudian merintis berdirinya sebuah pondok pesantren yang diberi nama Al-Falah. Bersama dengan Muhammad Qomar yang merupakan muridnya, ia merintis pesantren dengan cara yang sangat sederhana.
KurikulumAl-Falah Jeblog adalah pelajaran-pelajaran pondok salaf seperti kurikulum yang berlaku di PP. Al-Falah Ploso Mojo Kediri. berisi pelajaran-pelajaran Akhlah, Tajwid, Al-Qur'an, Nahwu, Shorof, Fiqh, Tauhid, Balaghoh, Faroidl, Hadits dan Tasawwuf sesuai dengan tingkatan kelas yang telah diatur sedemikian rupa agar dapat dengan mudah dikuasai oleh para santri, baik santri pemula
\n \n biaya ponpes al falah ploso
Kediri(ANTARA) - Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah di Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Kiai Haji Zainuddin Djazuli wafat setelah sebelumnya mendapatkan perawatan di rumah sakit wilayah Tulungagung, karena sakit yang dideritanya. Gus Muhammad Abdurrahman Al Kautsar, salah satu kerabat membenarkan tentang wafatnya Kiai Akunresmi Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri II Po. Box. 121 II Jl. Raya Mojo 102, Ploso, Mojo, Kediri 64162 II (0354) 479033Instragram : alfalah_p
BiayaMTs Ponpes Al Falah Cicalengka. Adapun biaya MTs ponpes Al Falah Cicalengka untuk masuknya Rp13.000.000, sedangkan iuran wajibnya sebesar Rp885.000. Namun jika memilih sebagai santri takhassus, atau khusus tilawah, tahfidz Quran dan kitab kuning, biaya masuknya hanya Rp900.000. Sedangkan untuk bulanannya Rp500.000.
Informasiseputar Pondok Pesantren Queen Al Falah Ds. Ploso Kec. Mojo Kab. Kediri Provinsi Jawatimur PO. BOX. 121 Telp. (0354) 479615 - 476123 Fax. 479569.
Salahseorang keluarga di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kecamatan Mojo, Kediri, Jawa Timur, Agus H Kanzul Ficki berharap agar seluruh alumni, simpatisan, muhibbin untuk tidak takziah ke Pondok Al Falah. Surabaya 17 Okt 2020 09:38 Pengasuh Ponpes Al-Falah Ploso Fuad Mun'im Djazuli Tutup Usia.
ADMINISTRASI- ADMINISTRASI PENDAFTARAN. Pondok; Pendaftaran : Rp. 50.000,-Kartu Tanda Santri : Rp. 10.000,- eTFTP.